Sudah cukup clickbait kah judulnya? 😛
Dua ribu tujuh belas. 2017. Saya sudah akan menyiapkan draft tulisan ini pada 26 Desember lalu. Dengan pikiran, ah, cuma beberapa hari tersisa, ga mungkin lah ada kejadian besar lainnya yang terjadi. Ternyata, apa yang dialami keluarga kami di akhir tahun akan mengejutkan Anda! Teteup 😀
Awal tahun 2017, itu berarti satu setengah tahun sejak kami pulang ke Indonesia, setelah 6-8 tahun di Turki. Benar-benar masih minim koneksi, buta arah birokrasi, kurang sosialisasi, hampa lah. Hampir satu tahun juga sejak kami memutuskan pindah ke rumah kontrakan demi hidup mandiri. Di awal tahun, saya lagi nganggur. Yang tadinya terbiasa dengan dua pendapatan, kini berkurang satu, padahal uang kontrakan sudah harus dibayar lagi.
Masalah tidak berakhir di situ tentu saja. Saya yang sudah melepaskan pekerjaan di salah satu perusahaan media, memilih untuk banting setir menjadi web developer di sekitar bulan Februari-Maret. Sudah mah harus siapin dana untuk kontrakan, harus siap dana untuk sekolah lagi juga, karena saya memutuskan untuk ikut salah satu Fullstack Developer Bootcamp di Jakarta.
Entah apa yang ada dipikiran Pancit punya istri ga tahu diri macam saya. Haha.
Uang kontrakan sudah ada. Dana untuk sekolah lagi alhamdulillah tercapai (untuk yang satu ini, saya benar-benar berterima kasih kepada teman-teman saya dan Pancit yang percaya banget sama kami, padahal keluarga bukan apa bukan. Kalian luar biasa!), lalu apakah saya sudah selesai nyusahin Pancitnya? Oh, tentu tidak!
Bootcamp itu anggap saja seperti sekolah, tapi dobel aksel. Cepat banget! Semua materi dipelajari hanya dalam waktu ~4,5 bulan. Wow! Apa artinya? Waktu sekolah padat, PR pun ga kalah menyita waktu. Saya pergi dari rumah jam enam pagi, baru pulang, MINIMAL jam delapan malam. Setelah itu pun masih harus kerja PR lagi. Weekend?! Apa itu weekend? Ku tak mengenal weekend, karena semua PR harus selesai saat weekend demi bisa dapat nilai. Kalau nggak, ga lulus.
Sepanjang saya “sekolah lagi”, Pancit kerja dari rumah, sambil jaga Abra, sambil beresin rumah, siapin makanan, SEMUANYAAA! Jadi bapak rumah tangga DAN bapak kantoran. Kadang saya masih suka ga nyadar diri dan nanya-nanya ke Pancit minta diromantisin, “kamu cinta aku nggak sih?”. Kalau saya jadi Pancit, saya akan jawab,
Pergi kau ke ujung dunia
Dehidrasi di gurun sahara
Hilang di segitiga bermuda
Pergi kau keluar angkasa
Hipotermia di kutub utara
Hilang di samudra antartika
Dan jangan kembali (parasit parasit parasit parasit)
Kau memang parasit (parasit parasit parasit parasit)
Ya, 2017 ini saya nyusahin Pancit banyak banget. Banget. Banget. Setelah sekolah usai, saya dapat kerja pun masih nyusahin Pancit. Pergi jam 6, baru sampe rumah jam 10.
Di penghujung tahun ini saya ingin berterima kasih banyak banget ke Pancit sudah menjadi seseorang yang tegar dan kuat sekali. Beruntung sekali lah saya punya suami seperti dia. Berkat Pancit saya bisa dengan “gagah berani” mencoba ini itu, tanpa takut, karena tahu dia selalu siaga. Siap sedia jaga. Udah kayak iklan KB 😛
UDAH GINI DOANG?! APA YANG MENGEJUTKAN?!
Ya sabar dong!
Jadi setelah kumpul keluarga besar saat Natalan, Abra demam. Kami bukan tipe keluarga yang kalau demam langsung kasih obat banyak, jadi kami pantau saja dulu. Tiba-tiba saat Subuh, Abra terbangun sambil teriak. “Ga mau di sini, ada ular, ada ular!”, katanya. Ga mau ditaro di kasur sama sekali. Akhirnya Pancit gendong dia sampai sekitar jam enam pagi. Badannya panas banget waktu itu. Kesalahan kami adalah ga langsung ambil termometer, karena sebelumnya Abra ga ada riwayat panas tinggi banget.
Paginya Abra sudah hampir normal, badannya agak hangat, tapi dia ceria lari-larian, mau makan, dan akhirnya ketiduran.
Siangnya dia bangun, badannya panas lagi. Dan dia lemas. Kembali ga mau tidur di kasur dan minta tidur di ruang tamu. Kami turuti. Dia pun tenang dan ikut makan jeruk, disuapin Pancit. Setelah makan jeruk, saat kami sedang santai menonton TV, tiba-tiba matanya seperti terpaku ke atas, seperti orang ketakutan, badannya kaku.
Saya panggil-panggil dia tidak ada respon. Matanya malah ke atas dan mulai menutup. Langsung saya gendong dan teriak ajak Pancit ke rumah sakit. Melihat anak seperti itu, perasaan hati berantakan banget. Kami naik motor ke RS terdekat (cuma sekitar 3 menit dari rumah) dan di sepanjang jalan kaki saya ga bisa berhenti gemetar.
Masuk UGD, dokternya mungkin sudah biasa ya lihat anak kejang, jadi dia agak santai, sementara saya masih panik. Rasanya waktu lama sekali berjalan. Lalu akhirnya diputuskan Abra diinfus. Dan infusnya ga masuk-masuk sampai berkali-kali dan akhirnya pindah tangan. GRAAAH!! Kalau kayak gitu bawaannya pengen nonjok dokter dan perawatnya ga sih? Tangan anak gue ditusuk-tusuk, dianyam gitu pake jarum suntik. WTF. Tapi yaa saya berusaha tenang saja lah.
Akhirnya Abra dirawat. Diagnosanya infeksi bateri saja, nggak tahu tapi bakterinya di mana. Panasnya naik turun selama tiga hari, dan di hari keempat akhirnya kami boleh pulang. Lega.
Dokternya bilang gini, “melihat anak kejang itu memang menyeramkan, tapi selama ga ada penyakit lainnya, kejang ini ga akan berdampak buruk pada otaknya, atau perkembangannya. Ibu atau bapak ada riwayat kejang?”
“Saya ada dok, sama adik saya.”
“Ya kan sekarang tumbuh normal bahagia kan?” lanjut dokternya.
“Tapi saya dulu disetrum dok,” jawab saya dalam hati.
“Jadi kalau kejang jangan panik. Ga harus selalu dirawat juga. Tapi karena ini pertama kalinya, jadi kita rawat saja untuk observasi. Nanti kalau kejang lagi, pertolongan pertamanya kasih obat anti kejang yang dari anus ya Bu. Baru kemudian dibawa ke rumah sakit.”
Demikian lah. Jadi katanya kalau anak kejang, jangan panik. Tapi tiap mengingat Abra saat kejang itu, hati saya masih mencelos, kalau itu terjadi lagi, pasti panik lagi. Haha.
By the way, untuk yang punya BPJS, kamar kelas 1 di RS Citra Arafiq oke loh! Sebagai perbandingan di Hermina kamar kelas 1 bertiga hanya dibatasi gorden (atau hijab atau apa itu pembatas kain namanya), kalau di Citra Arafiq kelas 1 nya berdua, tapi dibatasi tembok-tembokan. Jadi satu pintu, tapi langsung kebagi dua tempat. Kamar mandinya pun ada dua. Ada sofa (yang bisa dijadiin kasur), lemari, dan meja standar rumah sakit. Apalagi di sana masih sepi, jadi serasa VIP.
Abra aja jadinya tidur di sofa sejak tahu sofanya bisa dijadiin kasur. Ga mau dipindahin ke kasur beneran. Haha.
Disetrum?? wakakakka