Setelah sekitar dua tahun di rumah saja (dan kami patuh banget loh! Jarang banget kami ke luar rumah), akhirnya kami bisa keluar juga. Mumpung boleh keluar, maka kami pun ambil kesempatan yang lebih besar, kami pergi ke luar negeri. Pindahan. Mboyong empat orang Kediaman Meliala dari Depok ke Tokyo.
Keputusan untuk pindah kali ini tidaklah mudah karena biasanya kami pindah masih di Depok juga kan – kami sudah merasakan empat rumah yang berbeda di Depok. Ditambah lagi kehidupan kami juga sedang nyaman-nyamannya. Abra sudah masuk SD jadi semua drama memilih SD baru saja selesai! Kami pun ga pernah masak di rumah, ada GoFood juga ada catering mertua, it doesn’t get any more comfy, right? Mau bersihin rumah tinggal panggil orang atau pakai mba Tini (Tineco – I swear by this gear, I think I should write a review sometime). Kami tahu jika kami pindah, semua kenyamanan ini akan berakhir.
But, we took the leap.
Karena katanya, we have to move on from our comfort zone!
Ini siapa sih yang bilang gini? Sumpah lah kalau pagi-pagi dibangunin Abra minta dibuatin bekal, atau ngeliat rumah berantakan harus beresin sendiri, rasanya pengen nyanyi “ke Jakarta aku kan kembaliiiii… iii hii hiii.. walaupun apa yang kan terjadiiiiii….”
Sebelum hari keberangkatan tentu saja banyak banget hal yang perlu diurus, but allow me to share that some other time. Kali ini saya mau berbagi sedikit kehangatan karena itulah yang paling saya rasakan sebelum kepindahan ini.
Kami sudah tahu kami akan pindah mungkin sekitar Bulan Maret, tetapi belum kami beritahu ke siapa-siapa, kecuali mungkin beberapa “pemain” kunci yang sangat kami butuhkan bantuannya selama proses relokasi. Menariknya, meski kami sudah sounding ke Abra sejak awal dan dia orangnya ember banget cerita sana-sini, tapi dia sama sekali tidak menceritakan ke siapapun kalau dia akan pindah. Entah karena dia menuruti permintaan kami untuk tidak cerita ke siapa-siapa, atau karena dia denial ga mau pindah.
Beberapa minggu sebelum pindahan kami mulai memberi kabar ke orang-orang terdekat. Mulai buat janji ketemuan sebelum berangkat, beberapa datang menghampiri ke rumah, bahkan kami juga sempat mengundang keluarga besar untuk open house Lebaran di rumah (sebuah niat yang sudah kami miliki sejak pertama kali pindah ke rumah terakhir di Depok sesaat sebelum pandemi).
Of course, most of the guests, invitations, and meetings are Pancit’s because he has so many more friends than I do – and I don’t really share my relocation except to the closest ones, tapi saya pun turut senang dengan semua pertemuan itu. Dua tahun tidak bertemu banyak orang, tiba-tiba ada banyak janji temu dan tamu di rumah. It was fun. It made me happy.
Tak hanya itu, kami pun sempat merencanakan liburan singkat dengan keluarga inti. Right before we went to the airport 😁
Sudah lama ga nulis blog, mulai kebingungan gimana memulai, mengakhiri, dan membagi cerita. Let me stop here this time and go into more details in the next ones!
Cheers!