Ini bukan cerita pernikahan saya, tapi cerita pernikahannya si Charlie dan Nicole.
Saya nonton fim ini karena terpengaruh twitter tentunya. Haha. Banyak yang bilang kalau film ini keren sekaligus menyeramkan dan bikin mikir.
Beberapa bahkan bilang mereka jadi takut nikah karena nonton film ini.
Lalu, saya gimana?
Saya ga ngerti. Hahaha. Lagi nonton tiba-tiba sudah habis saja. Ini puncak konfliknya apa ya? Terus gimana? Gini doang nih?
Btw, kenapa juga ini judulnya Marriage Story dan bukan Divorce Story ya?
Film ini memang menggambarkan konflik yang terjadi selama proses perceraian antara dua insan yang sebelumnya tergila-gila dengan satu sama lain. Perubahan suasana, perubahan perasaan, perubahan banyak hal, ya wajarlah kalau bakalan ada konflik-konflik atau perang dingin semacam itu.
Terus kenapa?
Anaknya juga santai amat kayaknya menghadapi perceraian kedua orang tuanya.
Lebih drama proses perceraian mak bapak saya kayaknya. Haha.
Selain itu, salah satu poin yang ditonjolkan di sana adalah bagaimana Charlie tidak memberikan kesempatan kepada Nicole untuk melakukan lebih, untuk mengekpresikan dirinya, untuk berkarya dan menjadi dirinya sendiri, bukan hanya sekedar istri, ibu, dan “pembantu” di belakang layar karir suaminya.
Tapi, saya pun ga bisa relate dengan itu. Pancit memberikan kesempatan bagi saya untuk ngelakuin apa pun yang saya mau dan untuk ngejar mimpi-mimpi saya. Malah kadang sayanya yang insecure sendiri, karena saya yaaa ga se-pemimpi itu sih.
Tentu saja akan ada batasan-batasan karena saya juga memiliki peran sebagai istri dan ibu – ya mirip seperti kata Kahitna lah, “Bahagia meski mungkin tak sebebas merpati.”
Buat yang gatal ingin komentar, “ya kamu harus bersyukur suami kamu kayak gituuu, kalau suami aku mah ….”
Ya atuh lah, jangan dinikahin laaaaah.
Kalau terlanjur, ceraiin saja gimana? Haha. Kejam ya?
Mungkin ini akan terdengar egois bagi kebanyakan orang, tapi saya selalu mementingkan diri saya sendiri di atas orang lain. Saya adalah penganut “selamatkanlah dirimu sendiri sebelum menyelamatkan orang lain” garis paling keras.
Apa gunanya mempertahankan rumah tangga kalau kamu ga bahagia? Kamu pikir anak-anakmu ga bakal tahu kalau kamu ga bahagia? Kamu pikir anak-anakmu bahagia ngeliat orang tuanya berantem tiap hari?
Bukan, kamu ga bercerai bukan demi anak-anak mu. Kamu ga bercerai demi ego.
(Ini adalah post yang sudah lama bersarang di draft. Tapi baru dipublish di 2022. Ckckck)