Suatu Saat di Kuta Bali…

Tapi boong. Haha. Saya belum pernah ke Kuta. Sekalinya ke Bali, cuma ke Nusa Dua, numpang tidur doang di hotel.

Postingan ini bukan bercerita tentang Kuta, apalagi Bali. Tapi tentang lamaran. TIGA lamaran yang pernah terjadi dalam hidup saya. 

Lamaran Boongan

Eh ternyata “kayak” beneran.

Alkisah, saya lagi jalan-jalan di toko buku, tiba-tiba Pancit sms, saat saya sedang melihat-lihat tumpukan Al-Quran.

Kamu lagi apa?

Lagi lihat-lihat Al-Quran.

Buat apa?

Buat mas kawin. Siap-siap ya besok aku lamar. 

– Kurang lebih begini sms nya, (Sudah pake WA belum ya dulu??)

Ya, saya bilang saya yang mau datang melamar. Hhh.

Malamnya ternyata masih dibahas sama Pancit, ya sudahlah, dengan kertas perca (ada ga sih kertas perca? Maksudnya kertas-kertas sisa gituu..) saya pun berkreasi membuat origami cincin lengkap dengan kotaknya. Haha.

Besoknya saya datang ke rumah Pancit dan “melamar” beliau.

Ini dia hasil kreasi saya!
Karena masih boongan jadi cincinnya di hidung saja. Haha,

Alhamdulillah acara lamaran berjalan lancar 
=)

– Status FB Pancit di hari itu.

Ini terjadi sekitar satu tahun sebelum kami menikah. Tapi saat itu, ga kebayang sama sekali kalau kami akan menikah satu tahun kemudian.

Lamaran boong-boongan ini pun jadi mirip kayak lamaran beneran – biasanya kan orang-orang lamaran satu tahun sebelum nikahan tuh. Haha.

Lamaran Setengah Benar

Saya sedang telpon-telponan dengan mama di suatu musim semi. Beliau kemudian bercerita tentang seorang sepupu yang akan menikah beberapa bulan lagi. Lalu, saya pun memotong ceritanya,

Sebelum sepupu itu nikah, aku duluan lah yang nikah.

Mama saya tentu saja shock. Haha. Setelah meyakinkan beliau dan menyudahi teleponnya, baru lah saya telpon Pancit. Jadi daritadi saya meyakinkan mama saya untuk nikah, tapi calonnya saja belum tahu bahwa kami akan menikah.

Kamu mau nikah sama aku nggak? Barusan aku dah bilang mama mau nikah. Haha.

Sangat tidak romantis.

And he said YES!

Yaaaa, nggak “YES!” dengan penuh semangat gitu sih. Tepatnya apa saya lupa. Kayaknya Pancit juga terkejut setengah bingung.

Dan demikianlah, dua kali saya melamar Pancit. Hhhh.

Lamaran Beneran

Yang terakhir ini adalah prosesi lamaran bagian dari formalitas saja. Keluarga besar dari kedua belah pihak datang. Dan akhirnya, keluarga Pancit mengajukan lamaran kepada keluarga saya. 

Dua kali saya melamar Pancit, ya ga mungkin lah saya bilang nggak di lamaran kali ini. Di depan banyak orang pula!

Demikianlah kisah tiga lamaran saya, sebelum sampai di pelaminan.

Happy birthday, Pancit! Semoga kamu ga kapok dengan urusan lamar-melamar ini.

Sebagai orang yang sudah termakan kisah-kisah romantis dari komik dan film, sesungguhnya saya masih menantikan lamaran spektakuler nan romantis dari Pancit. Haha.

Dua bulan lagi saya ulang tahun, Pancit! Mau ngelamar di Kuta juga boleh #kodekeras

2 Replies to “Suatu Saat di Kuta Bali…”

  1. Haha. Sama ku pun ga pernah dilamar 😅😅😅

Leave a Reply