Disclaimer: Tulisan ini dibuat saat Maris sedang bijak. Sesungguhnya dia sendiri masih gampang banget kebawa arus, dan memilih untuk minta maaf ke Pancit daripada minta izin untuk beli sesuatu *dicibirPancitdarijauh
Follow akun-akun selebgram yang kerjanya jalan-jalan keliling dunia dan memiliki hubungan harmonis nan surgawi dengan anak. Follow akun selebtwit yang super pintar, kerjanya sharing buku-buku menarik. Ikut grup Line kiri kanan yang jualan buku anak ga henti-henti dengan harga yang miring sampai jeblok.
Hhhh…
Tiba-tiba gaji terasa ga cukup. Hidup serasa paling susah. Napas juga kayaknya tersendat-sendat menghirup polusi udara Jakarta.
Bahagia?
Ya nggak lah, kan maunya lebih.
Maunya tinggal di Eropa terus jalan-jalan keliling sana, sambil melihat anak main salju pakai jaket tebal kiyut-kiyut gimana gitu.
Maunya bisa autofix di grup-grup Line tanpa perlu mikir uang di rekening gimana kabarnya.
Maunya bisa jadi orang jenius milyuner yang bisa buat projek besar dan tetap masih sempat baca minimal satu buku per hari.
Lalu?
Waktu habis dengan bermimpi bisa seperti itu.
Waktu habis dengan ngescroll timeline dan menyaksikan emak-emak kaya memenuhi rak buku anak-anaknya.
Waktu habis tanpa berinteraksi dengan anak.
Tiba-tiba tua. Mati.
Eh sebentar ini niatnya mau nulis apa sih? Haha.
Beberapa hari saat diserang radang tenggorokan dan tidak bisa banyak bersuara ini, saya mengamati Pancit main dengan Abra. Main aja. Kayak bocah. Berantem-beranteman, pura-pura jadi robot, naik mobil-mobilan cuma pake selimut, main kentut-kentutan (I don’t know why my son is obsessed with butt and fart), ketawa-ketawa, bahagia. Dengan alat seadanya. Kondisi seadanya.
Ga perlu salju beneran untuk membuat anak bahagia, taburan kertas kadang juga sudah cukup.
Ga perlu Eropa untuk bahagia, toh sudah pernah juga tinggal di benua Eropa, tapi ujung-ujungnya bahagia di dalam kamar hangat berinternet saja. Haha.
Dan ga perlu juga ngebid buku sana-sini, karena nanti dimarahin Pancit, “bukunya saja masih banyak yang belum dibacain ke anak, kok dah beli buku lagi”. #eh
Ya gimana dong, saya malas banget baca buku berulang-ulang ke anak. Bosan. Kadang baru baca untuk diri sendiri satu kali saja sudah bosan. Tapi Abranya suka, minta diulang-ulang. Ga mau bacain buku ke anak, tapi maunya anaknya suka buku. Modyar aja!
Banyak-banyakin bersyukur lah. Jangan keterusan lihat ke atas. Sempit sekali rasanya hidup kalau terus melihat ke atas.
Kalau kebetulan lagi ada rezeki lebih, bagi ke orang-orang terdekat dulu, coba, kapan terakhir kali nraktir orang tua? Adik-adik? Kakak-kakak? Keponakan? Tetangga?
Sebagai ibu beranak satu yang masih bingung kalau gaul sama ibu-ibu (atau sama siapapun sih sesungguhnya) saya juga masih punya kesulitan hidup bertetangga. Bergantung saja sama Pancit yang kehidupan sosialnya jauh lebih gemerlap. Hahay.
Kembali lagi, bersyukur. Nikmati saja apa yang ada. Sering-sering lihat bocah di pinggir jalan yang ga perlu sepatu running untuk bisa lari-larian.
Tapi hati-hati jangan kebawa suasana juga. Nanti encok. Kan sudah jompo. Haha.
P.S.Β Pancit, maaf ya, kemarin aku ada beli buku banyak. Nanti kalau dimarahin ya aku jual lagi saja lah. Haha
πππππlucu baca tulisan mancit nina…bikin senyum2 sendiriππ
Cewek tomboy yg jenius tp unik ini tetep gk berubahπππ
Hahaha.. π