Adu Cepat Antara Kesabaran dan Tingkah Anak

Salah satu kenangan masa kecil yang paling saya ingat adalah saat saya diusir dari rumah oleh ayah karena makannya lama. Ya, Anda ga salah baca. Karena saya makannya diemut dan sambil nonton TV. Waktu itu saya sekitar 6-7 tahun.

Menurut ayah saya, kecepatan berpikir dan bertindak seseorang itu tercermin dari cara makannya.

Ayah saya tampaknya agak terobsesi dengan urusan kecepatan, baik itu kecepatan makan, berhitung, membaca, hingga kecepatan mobil. Tinggal bersama ayah selama bertahun-tahun tentunya membuat saya terbiasa dengan semua kecepatan itu. Sehingga kesabaran saya sering kali diuji jika melihat hal-hal yang menurut saya tidak cukup cepat.

Baca: Anak saya harus…

Menurut Pancit, untuk ukuran anak 16 bulan, Mbel makan cukup cepat, lahap, dan rapi. Saya pun mengakuinya. Mbel bisa menghabiskan satu manga harumanis besar sendirian dalam waktu kurang dari 10 menit.

Di rumah kami membiasakan Mbel untuk makan di high chair. Kalau dia duduk di high chair tentunya mudah bagi saya untuk menyuapinya, karena dia ga akan saya izinkan turun sebelum makanannya habis atau perutnya dah kegendutan. *evilsmirk

Masalah datang saat tidak ada high chair antara saya dan Mbel. Haha.

Kalau dia memang sedang lapar sih ga masalah karena makannya tetap cepat dan lahap, tapi kalau dia, mungkin, kurang suka makanannya, atau belum lapar, atau terdistraksi hal-hal lain yang lebih seru, hhh.. Yassalam saya harus nyuapin sambil dia jalan kiri-kanan. Itupun belum tentu sukses!

Saya langsung naik darah tiap berhadapan dengan drama kayak gitu. Lelah jiwa raga rasanya. Emosi tak terkendali. Maka permainan teriakan pun dimulai. Saya teriak-teriak nyuruh dia makan, dia teriak-teriak berusaha kabur.

Ga ada ujungnya.

Biasanya kalau sudah kayak gitu, saya biarin saja dia main. Nanti juga lapar sendiri pasti nyamperin. Hahaha.

Tapi kalau Pancit melihat, pasti dia langsung turun tangan. Ambil piring dari tangan saya, ajak main Mbel yang seru-seru, suapin sambil main. Mbel makan dengan lancar jaya.

Saya bete. Well, senang karena Mbel makan lancar. Tapi bete karena Pancit lebih ahli nanganin Mbel. Haha.

Bukan cuma urusan makan. Saya juga cepet nyerah ngajarin Mbel ngomong. Karena dia lamaaa bisanya. Padahal kan saya sudah datang ke dia dengan berbagai harapan dan rencana. Haha. Tapi ya namapun anak bocah ya. Ga mungkin juga langsung bisa. Makanya kalau sudah urusan ngajar-mengajar itu juga urusan Pancit.

Main pun begitu. Ngajarin dia untuk ngerti suatu permainan tuh lamaaa sekali. Hingga akhirnya Mbel ngerti dan mau main itu terus, tapi sayanya keburu bosan. Haha. Lagi-lagi Pancit ambil alih.

Kadang saya suka iri sama kemampuan dia menciptakan permainan dari apa saja yang ada di sekitar. Kalau saya mah harus nyiapin mainannya dulu, lalu dimainkan sesuai fungsi dan petunjuk penggunaan. Makanya mau ngajak main Mbel aja persiapannya banyak. Rebek.

Jadi intinya yang bisa naklukin Mbel mah ya emang Pancit. Saya cuma kebagian nyusuin doang. Nyusuin aja kadang bete karena lama banget dia nyusunya. Haha. Cemen.

Jangan ditiru ya!