Karena rahasia itu menyiksa.
Beberapa bulan yang lalu, saya membeli sebuah benda kecil yang tidak begitu penting, dengan harga yang tidak seberapa.Β It was an impulsive buying. Hanya untuk membuang pening saja, seperti wanita – wanita lain π
Saya tidak bilang kepada Pancit, maka dia tidak tahu.
Tapi, Pancit dan saya sudah terbiasa membicarakan semua yang terjadi. Jadi, pembelian ini mengganggu saya selama beberapa bulan terakhir. Tidak tenang saja rasanya. Sepele. Lebay. Yah, begitulah, namanya juga wanita π
Then, I came clean today.
Bagaimana reaksi Pancit tentang hal ini?
Pancit bukan suami pelit yang membatas – batasi istrinya belanja. Dia juga bukan suami yang suka ngedumel kalau uangnya habis dipakai beli kue-kue coklat yang enak menggemaskan. Bahkan di saat suami – suami lain menggerutu dan malas – malasan nemenin istrinya belanja, Pancit malah dengan semangat mengajak belanja dan memilihkan baju untuk saya.
“Masalahnya bukan di benda yang dibeli, tapi di bagian menyimpan rahasianya”, kata Pancit.
Tentu saja ada alasannya mengapa saya tidak bilang. Pertama, benda yang dibeli itu ga ada gunanya. Kedua, benda yang dibeli itu ga ada gunanya. Ketiga, benda yang dibeli itu ga ada gunanya. BENDA YANG DIBELI ITU GA ADA GUNANYA SODARAH SODDARRAH!! Bener – bener impulsive abis! Jadilah saya MALU mau bilang sama Pancit. Takut dibilang kayak cewe.
Nah, saya tahu, semakin lama suatu rahasia disimpan, semakin kecewa juga orang yang akan berhadapan dengan kita karena dia merasa tidak dipercaya. Tapi, meskipun tahu hal itu, saya merasa semakin lama saya menyimpannya, semakin berat juga untuk mengungkapkannya. Buah simalakama kan?!
Jadi, apa pelajaran yang bisa kita ambil hari ini anak – anaaak?!
Iya, pintar! Lebih baik buka semuanya, bukaaa! Karena semakin lama di simpan, yang di sudut sini semakin tak tenang dan yang di sudut sana pun akan merasakan kekecewaan yang lebih besar saat mengetahuinya.
Selamat buka – bukaan!
kamu beli apaan sih shab? ._.