Dua Tahun Sudah

Dua tahun sudah berlalu, anak sipit itu sekarang matanya sudah terbuka lebar dengan rasa penasaran akan setiap apa yang dilihatnya.

Bayi yang menangis kelaparan di malam pertamanya bersama saya – hingga mengganggu pasien di bilik sebelah – itu kini sudah tumbuh menjadi seorang pemakan segala.

Ah, bibirnya yang sudah seksi sejak lahir pun kini sudah sering manyun, miring kiri kanan, menggambarkan perasaannya yang mungkin sebal karena orang lain tidak mengerti apa yang dia inginkan.

Badannya yang dulu bisa dengan mudah digendong kemana-mana dengan satu tangan itu pun sudah semakin tangguh dan berisi. Berat.

“Ale”, nama panggilan yang sering digunakan saat bayi itu masih dalam rencana justru tak pernah terucap setelah dia lahir ke dunia. Bocah itu kini sudah akrab dengan kalimat, “Abra! Tidak. Tidak. Tidak.”

Tidak. Jangan ke sana. Jangan ke situ. Siapalah saya melarang-larang dia.

Dia yang hatinya masih suci dan begitu lembut.

Dia yang jiwanya dipenuhi dengan kebaikan dan kesabaran. Dan semoga selalu demikian.

Baru dua tahun. Masih banyak yang akan menunggumu, Nak, entah baik entah buruk. Tak perlu takut. Gunakan selalu akalmu untuk mengasah kebijaksanaan. Pertajam hatimu untuk menyempurnakan kebaikan.

Kami akan selalu mendoakan.

 

One Reply to “Dua Tahun Sudah”

Leave a Reply