Skype Session

Ini bukan postingan berbayar loh! Murni sebagai bentuk apresiasi tanda terima kasih terhadap suatu produk saja.

Kalau pasangan – pasangan lain yang tinggal bersama bisa pillow talk-an sama pasangan masing – masing, romansa kehidupan rumah tangga kami sebagai pelaku LDR juga punya Skype Session.

Kehidupan malam kami sangat bergantung pada koneksi internet dan penyedia voice (video) call gratis, seperti Skype. Selain Skype, tentunya kami juga sudah pernah mencoba berbagai layanan lain seperti Yahoo Messenger dan Google Hangout. Di antara ketiganya, Skype lah yang menyediakan layanan paling baik. Google Hangout sebenarnya tidak kalah jauh dengan Skype, hanya saja gambarnya sedikit lebih butek. Sedangkan Yahoo Messenger, well, tampaknya sudah jauh tertinggal, baik dari segi gambar, suara, maupun koneksi.

Kalau pasangan yang pillow talk-an bisa beromantis – romantis ria, romantisme kami terkadang terasa sedikit hambar karena terbatas oleh layar dan perasaan tak enak kepada para intelijen jomblo yang lembur demi memantau Skype Session kami. Skype Session kami sering berubah menjadi interview session, seperti saat anda di interview oleh employer dari luar negeri. Nama kamu siapa? Cita – cita kamu apa? Apa kontribusi yang akan kamu berikan untuk perusahaan ini? Mengapa kamu memilih perusahaan ini sebagai pelabuhan pertama kamu? Okeh, sebelum saya curhat tentang harapan untuk di-interview perusahaan beneran dan bukan di-interview oleh Pancit, sebaiknya saya akhiri sesi interview ini.

Di Skype Session ini kami berbagi apa saja yang sudah terjadi di hari tersebut, atau hari sebelumnya, jika hari sebelumnya kami tidak sempat mengobrol. Kami membicarakan hal – hal yang simpel, seperti sudah makan malam atau belum, hinggal hal – hal berat, seperti surga dan neraka. Kebiasaan ini selalu mengisi malam – malam kami. Kadang hari kami sebegitu tidak menariknya hingga kami sudah kehabisan topik pembicaraan dalam lima menit saja. Terkadang hari itu begitu menarik hingga kami begadang dan menikmati indahnya wajah satu sama lain. Dan terkadang kerinduan terhadap satu sama lain begitu besarnya  hingga kami biarkan koneksi Skype tetap tersambung saat kami tidur. Supaya seolah – olah kami ada di samping satu sama lain. Tidak terlalu membantu sih sebenarnya, toh tetap saja yang dipeluk ya bantal lagi bantal lagi. Tetapi seengaknya kini ada mukanya lah. Seperti Marshpillow 2.0.

Skype Session ini terlihat sederhana memang. Bahkan saya sempat berpikir, apalah gunanya “laporan” ke Pancit setiap hari seperti itu. Tetapi ternyata melewati satu hari saja tanpa melihat wajahnya dan mendengar ceritanya hari itu terasa nelangsa dan membuat rindu terlalu membuncah. Pagi terlihat lebih cerah karena malamnya semua kebahagiaan, gundah gulana, hingga air mata sudah dibagi kepada pasangan. Beruntung saya dan Pancit menjalani hubungan seperti ini di era teknologi yang sudah maju. Tak terbayang apa yang dilakukan para kakek nenek dulu. Mungkin mereka selalu menunggu datangnya kartu pos setiap pagi. Atau malah jangan – jangan jadi jatuh cinta sama tukang pos-nya, karena lebih sering bertemu tukang pos daripada kartu pos yang ditunggu – tunggu.

Meskipun jauh, komunikasi harus tetap bisa terjalin. Sedikit kontradiktif memang, tetapi menurut saya jauh lebih mudah mengingat untuk menjaga komunikasi antar pasangan saat jauh, dibanding saat pasangan kita dekat. Sama seperti zaman sekolahan dulu, anak – anak yang rumahnya jauh justru lebih jarang telat, dibanding anak – anak yang rumahnya di samping sekolah. Karena kita sering kali take our spouse for granted, tanpa menyadari komunikasi yang perlahan menghilang, tak terasa romantis lagi, dan bara cinta pun akhirnya mendingin. Jangan sampai lah.

Communication. Easier said than done, indeed.

Thank you Skype. And Gmail.

Leave a Reply